Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 22-24

Allah berfirman:

Artinya:

22- Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

23- Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Makna ayat secara global:

20. Dalam ayat ini secara tegas Allah menjelaskan tentang larangan seorang anak menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahnya sendiri. Dan perbutan itu jika dilakukan merupakan dosa besar dan berhak mendapat laknat dari Allah. Adapun apabila sudah terjadi sebelum turunnya ayat ini, maka Allah maha pemberi ampun.

21. Termasuk wanita-wanita yang haram kita nikahi adalah 1- ibu (nenek dan seterusnya, kandung maupun tiri). 2-anak perempuan ( cucu perempuan dan seterusnya, anak kandung atau tiri). 3- Saudara kandung perempuan. 4- saudara bapak yang perempuan. 5- saudara ibumu yang perempuan. 5- anak perempuan dari saudara laki-laki. 6- anak perempuan dari  saudara. 7- ibu-ibu yang menyusui. 8-saudara perempuan sepersusuan. 9- ibu-ibu mertua. 10- anak-anak tiri perempuan dari istri yang telah dicampuri (jima`). 11- isteri-isteri anak kandung (menantu). 12- menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara.


Penjelasan dan Hikmah dari ayat 22-23:

1.       Setelah Allah menerangkan tentang hukum yang berkaitan dengan pernikahan anak yatim, jumlah wanita yang dapat dinikahi, kewajiban suami untuk menggauli istri dengan baik dan bertanggung jawab, pada ayat 22-23 ini, Allah menjelaskan wanita-wanita yang haram dinikahi.

2.       Dalam syariat Islam, seorang wanita haram untuk dinikahi karena 3 hal. Pertama: hubungan nasab atau keturunan. Kedua: perkawinan dan Ketiga:persusuan.

3.       Perbuatan menikahi wanita ayahnya sendiri disebut sebagai (وَمَقْتًا)  karena perbuatan itu sangat keji, tidak masuk akal dan sangat dibenci. Orang arab menyebut pernikahan semacam itu adalah (النكاح المقت) pernikahan yang sangat dibenci. Dan anak yang lahir dari pernikahan tersebut disebut (مقيتا), karena ia dilahirkan dari jalan yang sangat buruk.

4.        Yang dimaksud (مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ) adalah pelaksanaan akad nikah. Jadi keharaman menikahi wanita ayahnya sendiri tidak harus menunggu terjadi “hubungan” antara ayah dan istrinya. Tetapi seketika terjadi akad pernikahan, maka wanita tersebut haram dinikahi selamanya. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Abas yang mengatakan, bahwa “Setiap wanita yang dinikahi oleh bapak kamu, baik sudah di “gauli” atau belum, maka wanita itu haram bagimu”. (HR. al-Baihaqi).

5.       Salah satu bukti keharaman menikahi wanita persusuan adalah riwayat Imam Muslim yang menjelaskan bahwa Rasulullah menolak untuk menikahi anak perempuan Hamzah karena Hamzah adalah saudara persusuan Rasulullah.

6.       Tentang perbatasan persusuan yang mengharamkan untuk dinikahi terdapat perbedaan diantara ulama, ada yang mengatakan batas minimal persusuan yang mengharamkan adalah 3 sedotan atau lebih, ada juga yang mengatakan 5 sedotan. Namun yang jelas dhahir ayat tidak memberikan batasan sedikit atau banyak.

Untuk lebih hati-hatinya adalah ketika telah nyakin terjadi persususan, baik sediki atau banyak, maka wanita tersebut haram dinikahi. Tentu dengan syarat persusuan itu terjadi pada masa anak tidak lebih dari dua tahun. Hal ini berdasarkan ayat 233: al-Baqorah “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh”. Dan hadits Rasulullah yang diriwayat ad-Daruqudni “ Tidak ada persusuan (mengharamkan) kecuali dalam umur dua tahun”.

7.       Dalam kasus misalkan terlanjur sudah terjadi pernikahan karena ketidak tahuan jika perempuan itu haram dinikahi, maka segera wajib dipisahkan. 




Allah berfirman:

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (24)

Artinya:
Dan (diharamkan juga atas kalian untuk menikahi) perempuan-perempuan yang telah bersuami, kecuali perempuan yang menjadi budak kalian. (Ini adalah) ketetapan dari Allah atas kalian. Dan dihalalkan bagi kalian perempuan-perempuan selain yang telah disebutkan tadi dengan memberikan harta kalian untuk menikahi mereka dan tidak untuk berzina. Maka karena kalian menikmati mereka, berikanlah mahar kepada mereka, dan hal itu adalah kewajiban kalian. Dan tidak mengapa apabila kalian telah saling rela sesudah terjadinya kesepakatan. Sesungguhnya Allah itu maha mengetahui dan maha bijaksana.

Makna ayat secara global:
Orang-orang beriman dilarang oleh Allah untuk menikahi perempuan-perempuan yang telah disebutkan pada ayat 23 dan juga perempuan-perempuan yang telah bersuami, kecuali apabila perempuan tersebut menjadi budak mereka. jika perempuan tersebut menjadi budak maka meskipun dia telah menikah maka tuannya boleh mendatanginya.

Hal ini merupakan ketetapan dari Allah yang tidak bisa diubah-ubah lagi. Semua perempuan boleh untuk dinikahi kecuali yang telah diharamkan oleh Allah dalam ayat 23 dan 24 ini.

Kalau ada orang yang menikah dan dia telah menentukan mahar untuk perempuan yang dinikahinya, tetapi ternyata ada sesuatu hal yang menghalanginya untuk memberikan mahar yang telah dijanjikan, misalnya terkena musibah, maka apabila kedua belah pihak saling rela dan mengerti, hal itu tidak menjadi masalah.

Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui apa-apa yang ada dalam hati-hati hamba-Nya dan maha bijaksana dalam memutuskan suatu perkara.

Hikmah dan pejelasan ayat 24:
1.Kata-kata muhshan ada 4 makna daloam Al-Qur`An-Nisa`, yaitu:
.            
  1. Sudah menikah 
  2. Beragama Islam 
  3. Menjaga diri 
  4. Orang yang merdeka

 Yang dibahas dalam ayat ini adalah makna nomor satu, yaitu wanita yang sudah menikah.

2.    Huruf wawu dalam kata وَالْمُحْصَنَاتُ  ini adalah wawu athaf, yaitu wawu yang menunjukkan adanya sambungan dengan yang sebelumnya. Sehingga maknanya masih: .. الْمُحْصَنَاتُ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ   (diharamkan atas kalian perempuan-perempuan yang telah menikah untuk kalian nikahi).

3.     Dalam Islam wanita-wanita yang dibawa oleh musuh, apabila musuh kalah, maka wanita-wanita tersebut merupakan rampasan perang, dengan syarat bahwa peperangan tersebut adalah untuk mempertahankan agama dan jelas-jelas yang dibela adalah agama Allah. bukan untuk mempertahankan kekuasaan atau semisalnya apalagi perang saudara.

4.      Perlu diketahui bahwa sebenarnya Islam sudah sejak lama ingin menghapus perbudakan, bahkan sebelum orang Barat mengkampanyekan hal tersebut. Buktinya Rasulullah sangat menghasung kepada yang memiliki budak untuk memerdekakan budaknya.

5.     Seseorang boleh mengumpuli budak perempuannya mesipun budak tersebut telah bersuami.

6.     Mahar adalah kewajiban seorang lelaki yang harus diberikan kepada wanita yang dinikahinya. Apabila terjadi perceraian dan yang meminta itu laki-laki maka tidak boleh untuk diambil kembali selamanya. Mahar digunakan untuk menghalalkan farji seorang perempuan yang dinikahinya.

7.       Mahar yang paling baik adalah mahar yang memudahkan lelaki, dilihat sesuai dengan kemampuan lelaki tersebut. Misalnya ada seorang lelaki yang kaya raya, tentu sebuah mobil tidak lah sukar baginya. Ala kulli hal, disesuaikan dengan kemampuan lelaki.

8.     Apabila mahar itu dimahal-mahalkan, maka akan terjadi banyak kemadharatan, yaitu banyak lelaki yang tidak menikah dan banyak pula perempuan yang jadi perawan tua. Maka benarlah sabda Rasulullah yang maknanya; khairush shadaaqi aisaruhu (sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah).

9.     Allah telah memberikan jalan yang baik dan halal bagi kita untuk menyalurkan hawa nafsu, yaitu dengan menikah. Kalau sudah diberi jalan yang halal, mengapa harus berzina? Zina itu bisa saja disebabkan oleh mata yang kurang dijaga, hati yang kurang bersyukur atas apa yang Allah telah berikan. Bahkan Allah mnghalalkan seseorang menikah lebih dari satu dan batas maksimalnya adalah 4. Lalu, kalau ada orang yang masih berzina, dia sudah sangat keterlaluan.

10. Mahar boleh berupa harta, misalnya uang atau emas atau yang lain. Bisa juga sesuatu yang bernilai, misalnya hafalan qur`an.

11.   كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ  ‘ketetapan Allah atas kalian’. Bila Allah sudah menetapkan suatu hukum, maka tidak akan ada yang bisa menghalangi-Nya, atau menawar-Nya.

12.      اسْتَمْتَعْتُمْkata istamta’tum artinya kalian menikmati. Mengapa memakai ‘antum’ (kalian laki-laki)? Bukankah wanita juga merasakan kenikmatan? Ya memang wanita merasakan kenikmatan juga. Akan tetapi, laki-laki dianggap pemeran utama saat kejadian itu.

13.   أُجُورَهُنَّ  artinya adalah upah-upah mereka. mengapa memakai kata upah? Kata ujur di situ adalah kata pinjaman. Jadi seakan-akan apa yang dimiliki wanita itu menjadi terbeli oleh lelaki dengan adanya mahar.

14. Bagi orang yang menikah tanpa ada wali maka nikahnya batal. Kalau sudah terlanjur dan telah berhubungan, maka tetap mahar tidak kembali kepada lelaki.

15.  Ayat ini bukan dalil untuk menghalalkan nikah mut’ah atau nikah kontrak. Nikah mut’ah adalah sesuatu yang haram. Tujuan nikah adalah untuk membentuk sebuah keluarga yang sakina, mawaddah wa rahmah. Bukan hanya untuk saling menikmati saat melampiaskan hawa nafsu.

16.  Memang nikah mut’ah pernah dihalalkan oleh Rasulullah. Namun, itu karena:

  • Ketika itu jauhnya para sahabat dari istri-istri mereka untuk berjihad.
  • Belum turunannya ayat-ayat tentang pernikahan atau hak waris karena pernikahan.

Dan setelah itu, nikah mut’ah sama sekali dilarang oleh Rasulullah.









Baca Juga Artikel Di Bawah Ini:

Komentar Facebook
0 Komentar Blogger
Twitter

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Ayo tinggalkan jejak anda berupa komentar disini !!! karena komentar anda sangat berarti sekali demi kemajuan blog ini.

Panduan Memberi Komentar
1.Masukan komentar anda
2.Lalu pada kata 'beri komentar sebagai' , pilih account yang anda punya, bagi yang belum mempunyai account pilih Name/url, isi nama anda dan Kosongkan URL atau isi dengan alamat facebook anda(untuk mengetahui alamat facebook anda silahkan login ke facebook dan pilih profile anda, anda dapat melihat alamat Facebook anda di atas, contoh alamat Facebook punya saya http://www.facebook.com/profile.php?id=1823916177
3.dan kemudian Publikasikan
4.Selesai dan anda tinggal menunggu komentar anda muncul
Semoga bermanfa'at.

 
Selamat Datang di www.gudangmaterikuliah.blogspot.co.id(Kumpulan Materi Kuliah Jurusan PAI/Pendidikan Agama Islam). Terima Kasih Atas Kunjungannya. Kunjungi juga website kami di www.indoking.net(Kumpulan berbagai macam informasi terlengkap,terhits dan terupdates 2016)Terimakasih.