Hikmah Ilahi; Ada Tujuan Di Balik Perbuatan Tuhan

  Pendahuluan

Salah satu persoalan umum tentang perbuatan Tuhan adalah apakah perbuatan Tuhan mengandung arah dan tujuan? Ataukah perbuatan Tuhan itu sama sekali tidak mempunyai arah dan tujuan khusus? Permasalahan ini berhubungan langsung dengan persoalan hikmah Tuhan, karena salah satu definisi dan pengertian hikmah adalah pelaku tertentu mustahil melakukan suatu perbuatan sia-sia dan tidak bermanfaat serta segala perbuatannya mengandung tujuan-tujuan rasional dan masuk akal. Dengan demikian, menolak keberadaan suatu arah dan tujuan dalam perbuatan-perbuatan Tuhan adalah sama dengan menolak hikmah Tuhan.

Dalam menjawab pertanyaan-pertanyan di atas, terdapat perbedaan tajam antara kelompok 'Adliyyah (yakni Syiah Imamiah dan Mu'tazilah) dan Asya'riah. Syiah Imamiah (Syiah Dua Belas Imam) dan Mu'tazilah berkeyakinan bahwa segala perbuatan Tuhan memiliki dan mengandung tujuan khusus, sementara kelompok Asy'ariyyah menafikan keberadaan arah dan tujuan dalam setiap perbuatan Tuhan.

Sebelum kami menyebutkan argumentasi dan dalil dari kedua kelompok di atas, yakni kelompok 'Adliyyah dan Asy'ariyyah, dibawah ini akan kami terangkan beberapa pendangan dari kelompok 'Adliyyah.



Tujuan Pelaku dan Tujuan Perbuatan

Dengan memperhatikan dan mencermati perbuatan-perbuatan kita yang bersifat ikhtiari dan mengandung tujuan, maka dapat kita memahami bahwa sebelum kita melakukan perbuatan-perbuatan itu pertama-tama kita menentukan suatu tujuan dimana dengan mencapai dan meraih tujuan tersebut kita dapat memenuhi segala kebutuhan kita. Jadi, keberadaaan penggambaran dan penetapan suatu tujuan perbuatan tersebut dalam pikiran kita niscaya sebelum melakukan perbuatan itu, tujuan perbuatan inilah yang kemudian mendorong dan memotivasi kita untuk segera mengimplementasikan perbuatan tersebut, dengan suatu harapan bahwa apabila kita melaksanakan perbuatan yang demikian itu kita akan mendapatkan suatu manfaat dan faedah. Oleh karena itu, minimal dalam perbuatan-perbuatan kita terdapat dua sifat dan karakteristik: pertama, tujuan perbuatan dimana bermaksud untuk memenuhi segala kebutuhan pelaku dan untuk mendapatkan segala kesempurnaan atau kemashlahatan tertentu; Dan kedua, penggambaran dan penetapan tujuan perbuatan mestilah sebelum melakukan perbuatan dimana nantinya akan berpengaruh pada seorang pelaku dan menggerakkannya untuk segera melaksanakan perbuatan itu demi mencapai tujuan yang dikandungnya.[1]

Di sini perlu diperhatikan bahwa ketika kita membicarakan dan menganalisa kebertujuan segala perbuatan Tuhan, maka maksud kita ini adalah bukan menyamakan dan menyetarakan perbuatan Tuhan dengan perbuatan manusia sama. Dengan ungkapan lain, dua karakteristik di atas yang berkaitan dengan perbuatan manusia sama sekali tidak terdapat dalam perbuatan Tuhan, yaitu: pertama, tujuan dalam setiap perbuatan Tuhan bukan bermakna untuk mencapai kesempurnaan zat Tuhan, karena zat Tuhan telah memiliki kesempurnaan mutlak dan bahkan Tuhan merupakan kesempurnaan mutlak itu sendiri serta sama sekali tidak memiliki kekurangan dimana dengan mencapai tujuan perbuatan-Nya itu zat-Nya menjadi sempurna, melainkan tujuan perbuatan Tuhan berhubungan dengan semua makhluk-Nya dan bermaksud untuk menyempurnakannya; Kedua, penggambaran dan penetapan Tuhan terhadap tujuan dari setiap perbuatan-perbuatan-Nya tidak akan memberikan pengaruh dalam pelaksanaan segala perbuatan-Nya tersebut, karena pengetahuan Tuhan bukanlah sejenis pengetahuan hushuli (yang berkaitan dengan konsepsi, penalaran dan argumentasi rasional), bahkan zat Ilahi dengan kemutlakan kesempurnaan yang dimiliki-Nya mengharuskan adanya suatu pengarahan kepada makhluk-makhluk-Nya demi mencapai dan meraih kesempurnaan-kesempurnaan tertentu yang telah ditentukan bagi masing-masing mereka.

Dengan demikian, maksud dari kebertujuan perbuatan-perbuatan Tuhan adalah bahwa perbuatan-perbuatan-Nya mengandung manfaat dan mashlahat untuk semua makhluk-Nya, yakni tujuan setiap perbuatan Tuhan itu niscaya berhubungan dengan makhluk-makhluk-Nya sendiri dan hal ini bukan berarti bahwa Tuhan dalam melaksanakan atau meninggalkan perbuatan itu berdasarkan kemashlahatan zat-Nya sendiri. Oleh karena itu, tujuan perbuatan-perbuatan Tuhan adalah terkait dengan makhluk-makhluk-Nya (perbuatan Tuhan itu sendiri) dan bukan berhubungan dengan zat Tuhan, karena Tuhan memiliki kesempurnaan mutlak dan Maha Kaya. Tidak satu pun tujuan dan arah yang dapat digambarkan dan dibayangkan bagi kesempurnaan zat-Nya.[2]

Dengan memperhatikan penjelasan pandangan kelompok 'Adliyah mengenai kebertujuan perbuatan-perbuatan Tuhan, di bawah ini akan kami uraikan argumentasi dan dalil dari kedua kelompok tersebut, 'Adliyah dan Asy'ariyah.



Argumentasi Tentang Hikmah Tuhan (Kebertujuan Segala Perbuatan Tuhan)

Kelompok 'Adliyah beranggapan bahwa seluruh perbuatan Ilahi mengandung arah, maksud, dan tujuan. Berikut ini akan kami ungkapkan satu argumen dan burhan yang dikonstruksi oleh kelompok ini. Mereka menyatakan, "Perbuatan yang tidak memiliki tujuan adalah perbuatan yang sia-sia dan tak bermakna, dan melakukan perbuatan yang sia-sia secara rasional dan akal sehat adalah suatu keburukan. Kita semuanya mengetahui bahwa mustahil Tuhan melakukan suatu keburukan dan juga mustahil perbuatan-perbuatan Tuhan itu bersifat sia-sia dan tak bermakna. Jadi kesimpulannya, semua perbuatan Tuhan mestilah memiliki dan mengandung arah dan tujuan."

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa argumentasi dan dalil tersebut bersandar pada kenyataan bahwa akal manusia dapat mengetahui dan menilai suatu keburukan atau kebaikan, karena pengertian hal ini adalah bahwa akal mampu mengetahui bahwa melakukan perbuatan yang sia-sia itu adalah suatu keburukan, dan dengan berdasarkan pengetahuan akal ini maka dapat disimpulkan tentang kemustahilan Tuhan melakukan suatu perbuatan yang sia-sia dan tak bertujuan.



Argumentasi Asy'ariyyah dalam Menafikan Kebertujuan Perbuatan Tuhan

Kelompok Asy'ariyyah juga membangun argumen-argumen dalam menegaskan kebenaran asumsi-asumsi mereka. Mereka menyatakan, "Melakukan suatu perbuatan untuk mencapai suatu tujuan adalah menunjukkan bahwa pencapaian tujuan tersebut bagi seorang pelaku akan jauh lebih baik dan sempurna apabila dibandingkan dengan ketiadaan pencapaian tujuan tersebut, dan dengan ungkapan lain, pencapaian suatu tujuan merupakan kesempurnaan bagi seorang pelaku. Kesimpulannya, pelaku yang melaksanakan suatu perbuatan tertentu akan menggapai suatu kesempurnaan tertentu pula. Dengan berdasarkan hal ini, kebertujuan perbuatan-perbuatan Tuhan meniscayakan bahwa Tuhan akan mendapatkan kesempurnaan-Nya melalui perbuatan-perbuatan-Nya sendiri, dan hal ini sangat tidak sepadan dengan kedudukan mulia dan maqam suci ketuhanan."

Jawaban atas argumentasi di atas dengan berdasarkan pada penjelasan kami tentang kebertujuan perbuatan-perbuatan Tuhan akan menjadi jelas. Sebagaimana yang telah kami katakan bahwa tujuan dalam perbuatan Ilahi pada hakikatnya adalah tujuan bagi perbuatan itu sendiri, yakni tujuan yang mengakibatkan dan berefek pada kesempurnaan segala makhluk-Nya. Tujuan dalam perbuatan-perbuatan Tuhan pada dasarnya kembali kepada semua makhluk-Nya, yakni tujuan perbuatan Tuhan itu tidak lain untuk menyempurnakan zat dan wujud makhluk-makhluk-Nya bukan untuk kesempurnaan zat dan wujud Tuhan. Jadi tujuan di sini bukan untuk Tuhan sebagai Sang Pelaku, oleh karena itu, kesalahan dan kekeliruan argumentasi Asy'ariyah dalam permasalahan ini adalah menyangka bahwa arah dan tujuan tersebut hanya semata-mata berhubungan dengan Sang Pelaku (Tuhan) dan tidak ada kaitannya dengan perbuatan itu sendiri. Di samping itu mereka beranggapan bahwa apabila suatu perbuatan mengandung tujuan, maka pastilah tujuan itu hanya berhubungan erat dengan sang pelaku.

Berdasarkan penjelasan kami yang lalu bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan adalah tidak sia-sia, tetapi memiliki tujuan dan hikmah dimana untuk memenuhi segala kebutuhan makhluk-Nya dan mengantarkan seluruh makhluk-Nya untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan di dunia dan di alam akhirat kelak.



Hikmah Ilahi dalam Al-Quran dan Hadis

Terdapat beberapa ayat ayat al-Quran yang berkaitan dengan keberhikmahan dan kebertujuan perbuatan-perbuatan Tuhan serta penegasan kemustahilan kesia-siaan perbuatan-Nya. Sebagai contoh dapat diperhatikan ayat-ayat berikut ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?[3]

Pada ayat ini, al-Quran menempatkan penciptaan manusia-manusia sebagai salah satu perbuatan Tuhan dan menjelaskan bahwa perbuatan mencipta manusia ini bukanlah perbuatan yang sia-sia, melainkan memiliki suatu tujuan dah hikmah. Mungkin kita dapat menunjukkan bagian kedua dari ayat tersebut yang berhubungan dengan tujuan yang dimaksud, yakni Tuhan mencipta manusia di dunia ini supaya dapat memanfaatkan segala fasilitas kehidupan untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan serta sekaligus manusia akan mendapatkan hasil dan pahala dari semua perbuatan yang dikerjakannya di akhirat kelak.

Ayat yang lain berkisar tentang hikmah dan tujuan Tuhan adalah dalam penciptaan langit dan bumi serta makhluk-makhluk yang terdapat di antara langit dan bumi (dimana bisa menjadi suatu gambaran atas penciptaan alam). Allah berfirman, "Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main."[4]

Dalam suatu hadis juga disebutkan tentang kebertujuan perbuatan-perbuatan Tuhan dan kemustahilan kesia-siaan perbuatan-Nya serta tujuan dari perbuatan Tuhan berhubungan dengan makhluk-makhluk-Nya. Sebagai contoh, sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Shadiq As, beliau bersabda, "Apabila seseorang bertanya, apakah boleh Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Hakim memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melakukan suatu perbuatan tanpa suatu sebab, alasan dan tujuan? Imam bersabda, mustahil Tuhan melakukan hal seperti itu, karena Dia memiliki hikmah dan tujuan serta mustahil Dia melakukan suatu perbuatan yang sia-sia dan tak bermanfaat bagi hamba-Nya."[5]

Imam Shadiq As dalam menjawab suatu pertanyaan yang berbunyi: mengapa Tuhan mencipta makhluk tersebut?. Belia bersabda, "Tuhan Yang Maha Tinggi mustahil mencipta segala makhluk dengan sia-sia dan tak bermakna serta mereka itu lalu dibiarkan begitu saja, melainkan Tuhan mewujudkan mereka itu untuk menampakkan kekuatan dan kodrat-Nya sendiri sehingga mereka menjadi taat kepada perintah-perintah-Nya. Ketaatan mereka itulah menyebabkan mereka layak mendapatkan keridhaan Ilahi. Mereka itu diciptakan bukan supaya Tuhan mendapatkan keuntungan atau dengan perantaraan mereka itu Tuhan lantas terhindar dari segala bentuk kerugian dan malapetaka, bahkan untuk mengantarkan mereka menggapai keberuntungan, kesempurnaan, dan kebahagiaan abadi di alam akhirat kelak.[6]



Hikmah Ilahi dan Keburukan

Hingga saat ini telah menjadi jelas bahwa secara logis segala perbuatan Tuhan mengandung tujuan dan hikmah dimana tujuan ini berhubungan langsung dengan semua makhluk-Nya. Namun, dari satu sisi kita tidak bisa menolak dan menafikan keberadaan perkara-perkara yang kita namakan sebagai suatu bentuk keburukan, seluruh musibah dan malapetaka yang berhubungan dengan alam misalnya banjir, angin topan, gempa bumi, tanah longsor, penyakit-penyakit, penderitaan dan kematian. Semua perkara-perkara membentuk suatu citra yang kita sebut sebagai suatu keburukan dimana setiap manusia senantiasa berupaya menjauhkan diri darinya.

Dalam penampakannya, mungkin saja secara lahiriah dan sepintas kita memandang bahwa perkara-perkara di atas bertolak belakang dengan hikmah Tuhan dan tujuan penciptaan manusia, karena tujuan Tuhan dalam menciptakan manusia adalah menjamin kemashlahatan dan kepentingan hidup manusia, sementara perkara-perkara tersebut sangat bertentangan dan berlawanan dengan kemashlahatan dan kebutuhan manusia. Dengan demikian terdapat ketidaksesuaian dengan tujuan penciptaan manusia. Apabila tujuan penciptaan adalah mengantarkan semua makhluk-Nya kepada kemashlahatan, lantas dengan alasan apa Tuhan juga menciptakan dan menghadirkan perkara-perkara tersebut dimana membahayakan dan mengancam kehidupan manusia? Dengan ungkapan lain, akan lahir suatu sangkaan bahwa Tuhan telah mengubah atau menafikan tujuan penciptaan manusia itu dengan membolehkan hadirnya keburukan dan tidak berusaha untuk mengantisipasinya, dan pengubahan serta penafian suatu tujuan (yakni Sang Pelaku melakukan suatu perbuatan yang bertolak belakang dengan tujuan-tujuan dan maksud-maksud yang ditetapkan sebelumnya) sangat tidak bersesuaian dengan nama Tuhan Yang Maha Hakim dan Bijaksana (yakni keberhikmahan dan kebertujuan hakiki perbuatan Tuhan).[7]

Dalam menjawab permasalahan di atas, sesungguhnya kami akan tunjukkan bahwa keberadaan musibah, malapetaka alam, dan penderitaan di dunia ini pasti juga memiliki tujuan dan hikmah yang logis dan rasional, bersifat universal, dan global dimana musibah-musibah tersebut tetap mengandung manfaat secara individual maupun bagi semua umat manusia. Dengan demikian, kita tidak boleh menyatakan bahwa kehadiran perkara-perkara tersebut merupakan perbuatan sia-sia dan bertentangan dengan tujuan dan hikmah umum penciptaan makhluk. Sebelum menegaskan bagian penting dari manfaat dan faedah keburukan tersebut, maka di bawah ini akan kami sebutkan beberapa prinsip penting yang jika diperhatikan secara seksama akan diraih suatu kesimpulan yang berharga berhubungan dengan pengkajian yang mendasar ini:



1. Keterbatasan ilmu manusia

Tidak bisa diragukan bahwa hal-hal yang diketahui manusia tidak dapat dibandingkan dengan hal-hal yang belum diketahuinya, seperti setetes air yang dibandingkan dengan lautan yang tak bertepi. Bukan hanya pengetahuan manusia terhadap wilayah dunia eksternal yang sangat sedikit dan terbatas, melainkan dia juga belum meraih sepenuhnya ilmu dan pengetahuan terhadap diri sendiri dan segala rahasia yang tersembunyi di dalam jiwanya. Kita ketahui bersama bahwa para ilmuwan dan filosof setelah ratusan tahun melakukan penelitian dan observasi, pada akhirnya mereka menyatakan secara jujur bahwa mereka tidak mengetahui apa-apa. Dalam hal ini, al-Quran juga menyatakan, "Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit."[8]

Dengan memperhatikan keterbatasan ilmu dan pengetahuan manusia, kita tidak dapat menyatakan bahwa kita sepenuhnya mengetahui segala rahasia fenomena alam yang kita sebut sebagai keburukan itu. Bahkan sangat mungkin terdapat berbagai manfaat, mashlahat, dan tujuan dalam musibah dan malapetaka alam itu yang kita tidak ketahuinya. Dan yang pasti adalah bahwa tidak ditemukannya suatu tujuan dan hikmah di balik musibah dan malapetaka tersebut bukanlah berarti bahwa ketiadaan tujuan tersebut. Dengan dasar ini, sebagai orang yang berakal sebaiknya kita mesti berhati-hati untuk menyatakan bahwa perkara-perkara tersebut tidak mempunyai tujuan dan hikmah, karena sangat mungkin yang kita pandang sebagai suatu keburukan sesungguhnya adalah kebaikan bagi umat manusia, begitu pula sebaliknya. Hal ini sebagaimana difirmankan dalam al-Quran, "Dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."[9]



2. Tujuan hakiki penciptaan manusia

Prinsip lain yang perlu diketahui bahwa tujuan akhir dan hakiki penciptaan manusia adalah bukan menyibukkan diri manusia dalam memanfaatkan sebanyak mungkin kenikmatan-kenikmatan material dan lahiriah, melainkan tujuan hakiki manusia adalah mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan abadi yang hanya diperoleh dengan penghambaan dan kedekatan kepada Tuhan di dunia ini.[10] Dengan demikian, kita tidak boleh langsung menyatakan bahwa segala hal yang menghilangkan dan bertentangan dengan kesenangan dan kenikmatan lahiriah manusia diposisikan sebagai hal yang bertentangan dengan tujuan hakiki penciptaan manusia, karena mungkin saja kebahagiaan dan kesempurnaan hakiki seseorang tercapai melalui suatu musibah, penderitaan, kemiskinan, dan malapetaka yang dialaminya.

Walhasil, penelitian dan pengkajian kami terhadap hubungan antara segala keburukan dan hikmah Ilahi dengan menitik beratkan pada kebertujuan hakiki penciptaan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar dan signifikan.



3. Mengedepankan Kemashlahatan umum di atas kemashlahatan individual

Alam materi dan alam dunia ini merupakan suatu alam yang mengharuskan adanya benturan antara satu dengan yang lainnya, dan terkadang kita saksikan terjadinya benturan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum dimana tidak ada jalan lain kecuali mendahulukan dan mengedepankan salah satu kepentingan dan kemashlahatan tersebut. Dalam masalah ini, akal sehat manusia pasti akan menghukumi bahwa yang harus dikedepankan adalah kepentingan dan kemashlahatan umum. Berdasarkan hal ini, keberadaan musibah dan malapetaka yang berbenturan langsung dengan kemashlahatan pribadi atau kelompok tertentu namun menguntungkan dan menjamin kemashlahatan banyak orang, jangan langsung dipandang sebagai realitas yang tidak mengandung hikmah dan tujuan. Pada hakikatnya, dalam banyak persoalan kita hanya memperhatikan dan meneliti dimensi terkecil dari suatu fenomena, sementara apabila kita memandangnya lebih luas, dalam, dan cermat maka kita akan menyaksikan bahwa setelah melewati zaman dan ruang tertentu begitu banyak perkara dan fenomena alam yang didapatkan mengandung hikmah dan tujuan serta menguntungkan mayoritas masyarakat, yang walaupun perkara dan fenomena itu secara lahiriah nampak sebagai suatu keburukan. Yang pasti sebagaimana dalam pembahasan "Keadilan Ilahi" nantinya, akan kami katakan bahwa pengorbanan kepentingan pribadi dan pengedepanan kepentingan umum yang ditakdirkan oleh Tuhan, namun pada saat yang sama pengorbanan ini akan mendapatkan balasan dan pahala yang sangat berharga dan tinggi.



4. Peran manusia dalam perwujudan segala keburukan

Salah satu poin penting yang mesti kita ketahui adalah efek dan pengaruh perbuatan-perbuatan manusia dalam kewujudan dan kehadiran berbagai keburukan. Dari dimensi bahwa manusia adalah makhluk yang berikhtiar dan memiliki kebebasan bertindak dan berprilaku, terkadang sebagai penyebab lahirnya keburukan bagi dirinya sendiri maupun orang lain, namun dikarenakan kebodohannya terhadap hubungan suatu perbuatannya sendiri dengan akibat yang ditimbulkannya, maka hasil negatif yang diberikan dari perbuatannya sendiri dia jadikan alasan untuk mengecam hikmah Ilahi (keadilan dan rahmat-Nya).

Al-Quran dalam hal ini menjelaskan keberadaan pengaruh perbuatan manusia atas kehadiran berbagai kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan bagi manusia sendiri, ayat-ayat tersebut antara lain, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."[11]

Pada ayat yang lain disebutkan bahwa begitu banyak musibah dan malapetaka yang terjadi di alam ini disebabkan oleh faktor perbuatan-perbuatan manusia sendiri, Allah berfirman, "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)."[12]

Walhasil, dengan menggarisbawahi tujuan penciptaan manusia dan kemestian kebebasan untuk menggapai tujuan ini, manusia lantas dicipta sebagai makhluk yang berikhtiar dan memiliki kebebasan dalam bertindak dan juga berdasarkan suatu kaidah kausalitas dimana sebagian dari perbuatan ikhtiar manusia (perbuatan buruk yang dilakukannya) sebagai sumber kahadiran musibah dan malapetaka. Namun gabungan dari perkara-perkara ini, secara khusus dengan memandang sebagian dari manfaat dan faedah positif dari malapetaka-malapetaka tersebut, tidak keluar dari ranah dan domain hikmah Ilahi.

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang telah disebutkan, maka kita akan dapat melihat dan menyaksikan pengaruh-pengaruh positif sebagian keburukan dalam kehidupan pribadi dan kehidupan manusia secara umum supaya menjadi jelas bahwa keberadaan fenomena-fenomena alam seperti ini sama sekali tidak akan bertolak belakang dengan hikmah Ilahi dan dalam setiap kasus akan kami sodori beberapa ayat-ayat al-Quran. Namun sebelum kita jabarkan hal ini, alangkah baiknya menyebut dua poin penting:

1. Kami sama sekali tidak beranggapan bahwa keseluruhan manfaat dan faedah keburukan tersebut dapat dihitung (terkhusus dengan memperhatikan prinsip pertama, yakni keterbatasan pengetahuan manusia), melainkan kami hanya mengetahui bahwa masih banyak rahasia-rahasia lain yang akan terungkap secara perlahan-lahan dengan banyaknya berkontemplasi dan bertadabbur;

2. Sangat mungkin dengan batasan pengetahuan kita sendiri, kita tidak dapat menyebutkan semua manfaat dan faedah serta hikmah-hikmah untuk menjelaskan kedudukan dan posisi keburukan begitu pula kita tidak mampu mengungkapkan manfaat dari setiap keburukan yang kita temui. Namun realitas ini sama sekali tidak akan bertolak belakang dengan konklusi yang kami hasilkan, karena apabila dalam setiap keburukan hanya tertetapkan dan terungkap salah satu hikmah tersebut maka hal ini telah efektif untuk menjawab segala keraguan dan keberatan para penentang.



Filsafat Keburukan

1. Sisi pengembangan potensi-potensi manusia

Penciptaan manusia dan keadaan umum alam natural tercipta sedemikian sehingga begitu banyak potensi-potensi fisikal dan ruhani manusia hanya akan berkembang dan menyempurna di bawah tempaan segala kesulitan, penderitaan, dan musibah. Sebagaimana anggota-anggota badan seorang olahragawan yang hanya akan mengalami perkembangan dan memiliki daya tahan yang kuat dengan melewati berbagai latihan sulit yang beragam. Begitu pula dengan potensi-potensi jiwa dan maknawi manusia yang akan menjadi aktual setelah meniti jalan yang dipenuhi dengan berbagai kesulitan dan penderitaan. Sebagi contoh, begitu banyak penemuan ilmiah dan rekayasa teknologi yang dihasilkan dari upaya serius yang tidak mengenal putus asa dan melewati berbagai kesulitan serta rintangan kehidupan individual dan sosial. Al-Quran pun telah menjelaskan kenyataan ini dengan menyatakan, "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan. (Ya), sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan."[13]



2. Dimensi Ujian dan cobaan Ilahi

Salah satu tradisi dan sunnah Ilahi (sunnatullah) adalah ujian dan cobaan. Berdasarkan tujuan penciptaan manusia dan segala karakteristik wujudnya, manusia akan diuji dalam berbagai bidang dan dimensi kehidupannya. Yang pasti terdapat perbedaan antara ujian-ujian yang diadakan oleh manusia, ujian Ilahi tidaklah bermaksud untuk mengungkap sesuatu hakikat yang tidak jelas, melainkan tujuan perbuatan Tuhan itu kembali kepada makhluk-Nya, khususnya manusia, dan maksud dari ujian dan cobaan Ilahi ini tidak lain adalah pengembangan dan penyempurnaan potensi-potensi manusia serta mengaktualkan nilai-nilai kejiwaannya. Perumpamaan manusia dalam ujian Tuhan seperti batu tambang yang ditempa di dalam tungku api dengan maksud memisahkan segala kotoran yang menempel padanya, dengan proses demikian ini, akan dihasilkan suatu batu yang berharga. Tuhan terkadang menguji hamba-hamba-Nya dengan kesejahteraan, kesenangan, dan kekayaan atau mengujinya dengan segala bentuk rintangan, kesulitan, penderitaan, malapetaka, dan musibah. Tuhan berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan."[14] Kata "kebaikan" dan "keburukan" dalam ayat ini sangatlah umum dan mencakup segala bentuk penderitaan, musibah, penyakit, kemiskinan, kesulitan, dan kekalahan serta segala macam kesenangan, kekayaan, kemenangan dan kesehatan. Berdasarkan ayat ini, semua perkara berdimensi ujian dan cobaan, dan disamping pengembangan jiwa dan badan manusia, kenyataan dan hakikat kejiwaan dan ruhani mereka akan ditampakkan.

Dalam ayat-ayat yang berbeda juga ditekankan ujian manusia itu dengan kesulitan-kesulitan dan malapetak-melapetaka. Pada ayat berikut ini disebutkan tentang ujian Ilahi yang paling penting dalam kehidupan di dunia ini, "Dan sungguh Kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."[15] Kalimat "berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" ini menunjukkan bahwa pahala besar akan diberikan kepada orang-orang yang menang dan berhasil melewati segala bentuk ujian.[16] Akan tetapi, pahala dan balasan yang menyenangkan tersebut tidak diberikan kepada semua hamba-Nya, sebagian manusia yang semestinya berupaya dan istiqomah di atas jalan ujian, malah menampakkan kelemahan dan putus asanya dalam lahan ujian dan cobaan, dalam hal Tuhan berfirman, "Adapun bila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata (dengan putus asa), "Tuhan-ku menghinakanku"."[17]



3. Aspek ancaman dan penyadaran

Salah satu manfaat dan faedah yang mendasar dari segala musibah dan malapetaka adalah bahwa manusia kembali bangkit dan sadar dari kelalaiannya dalam menikmati segala kesenangan dunia, melepaskan baju kesombongannya dan memakai pakaian kerendahan hati, dan kembali menerima seluruh tanggung jawab yang berat serta amanat Ilahi di hadapan Tuhan. Al-Quran juga menunjukkan realitas ini dalam ayat-ayat yang beragam, "Kami tidaklah mengutus seseorang nabi pun kepada sesuatu negeri, melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri."[18] Dan di ayat lain difirmankan, "Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)."[19] Pada ayat yang lain juga dijelaskan bahwa tujuan dihadirkannya musibah dan penderitaan atas mereka adalah untuk membangkitkan kesadaran dan mengingatkan mereka akan suatu hakikat, Tuhan berfirman, "Dan sesungguhnya Kami telah menghukum orang-orang dekat (dan kaum Fira’un) dengan mendatangkan musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka sadar dan mengambil pelajaran."[20]

Nampaknya, sebagian besar manusia tidak menyikapi secara tepat dan positif segala bentuk kesulitan dan penderitaan, yang semestinya membuahkan kesadaran dan hidayah, malah semakin terjerbak dalam lembah kelalaian dan kemaksiatan. Untuk hal ini, Tuhan berfirman, "Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka (supaya mereka sadar), tetapi mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri."[21]



4. Penghargaan nikmat-nikmat Tuhan

Manfaat dan faedah lain yang dihasilkan oleh kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan adalah bahwa manusia memahami betapa penting dan urgennya nikmat-nikmat Tuhan itu, dari hal ini dikatakan bahwa, "nilai kesehatan akan diketahui oleh seseorang ketika mendapatkan penyakit."

Al-Quran disamping mengingatkan nikmat-nikmat Ilahi juga mengingatkan manusia kepada keadaan-keadaan atau nikmat-nikmat yang belum diraihnya. Terkadang ketiadaan nikmat akan berujung pada penghargaannya yang lebih baik, "Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara."[22]



Penjelasan Filsafat Kederitaan dan Kesengsaraan dalam Hadis

Dalam hadis-hadis juga ditemukan poin-poin penting dan berharga yang berhubungan dengan manfaat dan faedah segala musibah dan penderitaan. Amirul Mukminin, Imam Ali As dalam menjelaskan pengaruh segala kesulitan dan malapetaka terhadap pengembangan dan penyempurnaan potensi-potensi bersabda, "Ketahuilah bahwa sebuah pohon yang tumbuh di atas tanah yang kering (kurang air) akan memiliki batang yang lebih keras, kulit pohon yang tipis, api tidak mudah membakarnya, dan kalau terbakar maka api akan sangat lama padam,"[23]

Di tempat Imam Ali As menjelaskan tentang aspek-aspek ujian dan cobaan dalam setiap musibah, malapetaka, penderitaan, dan kemiskinan. Dia menyatakan, "Tuhan akan menguji hamba-hamba-Nya itu dengan beragam ujian dan cobaan, dan menyerunya kepada ibadah dalam beragam kesulitan serta menceburkannya dalam berbagai jenis penderitaan,"[24] Mengenai tujuan-tujuan Tuhan dalam menguji hamba-hamba-Nya sendiri dengan perantaran segala kesulitan dan musibah, lebih lanjut dia sabdakan, "Tuhan akan menguji hamba-hamba-Nya sendiri dengan kekurangan makanan, mencegah hadirnya rahmat, dan menutup pintu-pintu kebaikan ketika mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk supaya mereka yang ahli bertaubat akan kembali bertaubat, mereka meninggalkan segala perbuatan maksiatnya, menerima nasihat, dan tidak berbuat dosa lagi."[25]

Hadis dari Imam Shadiq As yang intinya memaparkan bahwa hakikat dan tujuan segala musibah, malapetaka, dan penderitaan adalah mengingatkan manusia akan nikmat-nikmat Tuhan, dia bersabda, "Walaupun musibah dan malapetaka ini menghampiri orang-orang yang baik dan orang-orang yang buruk, akan tetapi Tuhan ingin menjadikan hal tersebut sebagai perantara untuk menyempurnakan dan memperbaiki kedua kelompok tersebut. Segala musibah dan malapetaka yang menimpa orang-orang baik tidak lain adalah bertujuan mengingatkan nikmat-nikmat Ilahi yang pernah dimilikinya dan berada di bawah penguasaannya, dengan demikian, mereka akan menjadi orang-orang yang bersyukur, bertaubat, dan bertakwa."[26]



[1] . Para filosof menamakan "penggambaran tujuan perbuatan sebelum pelaksanaannya" itu sebagai "sebab tujuan". Silahkan merujuk pada: Mishbah Yazdi, Omuzesy-e Falsafeh, jilid kedua, hal. 106-108. Dan Allamah Thabathabai, Nihayah al-Hikmah, hal. 160-162.

[2] . Dalam pembahasan filsafat Islam dipaparkan kajian-kajian mendalam dan akurat berhubungan dengan perbuatan Tuhan, karena kerumitannya kita tidak akan menguraikan dalam pembahasan kila kali ini. Bagi yang tertarik silahkan merujuk pada kitab-kitab filsafat yang mengkaji hal ini.

[3] . Qs. Mukminun: 115

[4] . Qs. Dukhan: 37

[5] . Allamah Majlisi, Biharul Anwar, jilid keenam, hal. 58

[6] . Ibid, jilid kelima, hal. 313.

[7] . Walaupun keberadaan "keburukan" itu dari satu dimensi juga merupakan persoalan penciptaan dan hal ini adalah ketidaksesuaian keburukan dengan keadilan Tuhan. Kami akan membahas dan mengkaji permasalahan itu dalam bagian "keadilan Ilahi". Di sini perlu diingat bahwa Tuhan YanG Maha Hakim adalah bahwa segala perbuatan-Nya mengandung tujuan dan tujuan yang ditetapkan-Nya tidak akan pernah berubah. Berbeda dengan manusia, yang terkadang bertolak belakang dengan tujuan pertama yang ditetapkannya atau manusia pada saat tertentu mengubah tujuannya karena tidak sesuai dengan kepentingan dan kemashlahatannya.

[8] . Qs. Isra': 85.

[9] . Qs. Al-Baqarah: 216.

[10] . Al-Quran dalam hubungannya dengan penciptaan manusia, Tuhan berfirman, "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Qs. Zariyat: 56)

[11] . Qs. Rum: 41

[12] . Qs. Syury: 30

[13] . Qs. Insyirah: 5 dan 6

[14] . Qs. Anbiya: 35.

[15] . Qs. Al-Baqarah: 155.

[16] . Al-Quran menjelaskan kalimat ini dalam ayat-ayat selanjutnya., yakni surah al-Baqarah ayat 156 dan 157.

[17] . Qs. Fajr: 16.

[18] . Qs. A'raf: 94.

[19] . Qs. Sajdah: 21.

[20] . Qs. A'raf: 130.

[21] . Qs. Mukminun: 76.

[22] . Qs. Ali Imran: 103.

[23] . Nahjul Balaghah, khutbah 45.

[24] . Ibid, khutbah 192.

[25] . Ibid,khutbah 143.

[26] . Allamah Majlisi, Biharul Anwar, jilid ketiga, hal. 139.
 

Baca Juga Artikel Di Bawah Ini:

Komentar Facebook
0 Komentar Blogger
Twitter

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Ayo tinggalkan jejak anda berupa komentar disini !!! karena komentar anda sangat berarti sekali demi kemajuan blog ini.

Panduan Memberi Komentar
1.Masukan komentar anda
2.Lalu pada kata 'beri komentar sebagai' , pilih account yang anda punya, bagi yang belum mempunyai account pilih Name/url, isi nama anda dan Kosongkan URL atau isi dengan alamat facebook anda(untuk mengetahui alamat facebook anda silahkan login ke facebook dan pilih profile anda, anda dapat melihat alamat Facebook anda di atas, contoh alamat Facebook punya saya http://www.facebook.com/profile.php?id=1823916177
3.dan kemudian Publikasikan
4.Selesai dan anda tinggal menunggu komentar anda muncul
Semoga bermanfa'at.

 
Selamat Datang di www.gudangmaterikuliah.blogspot.co.id(Kumpulan Materi Kuliah Jurusan PAI/Pendidikan Agama Islam). Terima Kasih Atas Kunjungannya. Kunjungi juga website kami di www.indoking.net(Kumpulan berbagai macam informasi terlengkap,terhits dan terupdates 2016)Terimakasih.